Kamis, 03 Maret 2011

Pasal 162-177 HIR tentang Bukti


REGLEMEN INDONESIA YANG DIPERBARUI
(Het Herziene Indonesisch Reglement.)
Bagian 2. Bukti.

Pasal 162.
Tentang bukti dan hal menerima atau menolak alat bukti dalam perkara perdata, pengadilan negeri wajib memperhatikan peraturan pokok tersebut di bawah ini. (IR. 293 dst.)

Pasal 163.
Barangsiapa    mengaku    mempunyai    suatu    hak,    atau    menyebutkan    suatu    kejadian    untuk meneguhkan   hak  itu  atau  untuk  membantah  hak  orang  lain,  harus membuktikan  adanya  hak  itu atau adanya kejadian itu. (KUHPerd. 1865.)

Pasal 164.
Alat-alat bukti, Yaitu:
bukti tertulis, (KUHPerd. 1867 dst.; IR. 165, 168; S. 1867-29.)
bukti saksi, (KUHPerd. 1895; IR. 168 dst.)
persangkaan, (KUHPerd. 1915; IR. 173.)
pengakuan, (KUHPerd. 1923 dst.; IR. 174 dst.)
sumpah, (KUHPerd. 1929 dst.; IR. 155 dst., 177, 381.)
semuanya   dengan   memperhatikan   peraturan   yang   diperintahkan   dalam   pasal-pasal   berikut.
(KUHPerd. 1866; JR. 295.)

Pasal 165.
Akta otentik, yaitu suatu surat yang dibuat oleh atau di hadapan pegawai umum yang berwenang untuk membuatnya, mewujudkan bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli waris masing- masing serta sekalian orang yang mendapat hak darinya tentang segala hal yang disebut di dalam surat  itu  dan  tentang  hal  yang  tercantum  dalam  surat  itu  sebagai  pemberitahuan;  tetapi  yang tersebut  temkhir  ini  hanya  sekedar  yang  diberitahukan  itu  langsung  menyangkut  pokok  akta  itu.
(KUHPerd. 1868, 1870 dst.; Sv. 380 ; IR. 168, 304.)

166.      Dicabut dg.  S. 1927-146.

Pasal 167.
(s.d.u. dg. S- 1927-146; S. 1938-276.) Untuk keuntungan siapa saja, kepada pembukuannya dapat diberikan oleh pengadilan negeri sekian kekuatan bukti, yang dianggapnya patut dalam tiap-tiap hal yang istimewa. (KUHD 7; IR-304.)


Pasal 168.
Sampai  diadakan  penuturan  lain  tentang  perkara-perkara  yang  membolehkan  penggunaan  bukti saksi, pengadilan negeri harus tetap menggunakan hukum yang berlaku bagi bangsa Indonesia dan bangsa Timur Asing tentang hal itu.

Pasal 169.
Keterangan    dari  seorang  saksi  saja,  tanpa  suatu  alat  bukti  lain,  tidak  dapat  dipercaya  dalam hukum. (KUHPerd. 1905; Sv. 376; IR. 300.)

Pasal 170.
Jika  kesaksian-kesaksian  yang  terpisah-pisah  dan  berdiri  sendiri  dari  beberapa  orang  tentang beberapa kejadian dapat meneguhkan perkara tertentu karena kesaksian-kesaksian itu sesuai dan berhubungan satu sama lain, maka kekuatan bukti hukum sepanjang yang akan diberikan kepada kesaksian-kesaksian  yang  beraneka  ragam  itu,  hal  itu  diserahkan  kepada  pertimbangan  hakim, berhubung dengan keadaan. (KUPPerd. 1905; Sv. 3'6; JR. 300.)

Pasal 171.
(1) Tiap-tiap   kesaksian   harus   disertai   keterangan   tentang   bagaimana   saksi   mengetahui kesaksiannya.
(2) Pendapat atau dugaan khusus yang timbul dari pemikiran, tidak dipandang sebagai kesaksian.
(KUHPerd. 1907; Sv. 376; IR. 301.)

Pasal 172.
Dalam hal menimbang nilai kesaksian itu, hakim harus memperhatikan: cocoknya para saksi satu sama  lain;  kesesuaian  kesaksian-kesaksian  mereka  dengan  apa  yang  diketahui  dari  sumber  lain tentang   perkara   yang   bersangkutan;   semua   alasan   para   saksi   untuk   menerangkan   duduk perkaranya  dengan  cara  begini  atau  begitu;  peri  kehidupan,  adat  istiadat  dan  kedudukan  para saksi;  dan  pada  umumnya,  segala  hal  yang  dapat  menyebabkan  saksi  itu  dapat  dipercayai  atau kurang dipercayai. (KUHPerd. 1908; Sv. 378; IR. 302.)

Pasal 173.
Dugaan-dugaan yang tidak berdasarkan suatu peraturan undang-undang, hanya boleh diperhatikan oleh  hakim  dalam  menjatuhkan  keputusannya,  jika  dugan-dugaan  itu  penting,  saksama,  tertentu dan sesuai satu sama lain. (KUHPerd. 1916, 1921 dst.; Sv. 370; IR. 294.)

Pasal 174.
Pengakuan  yang  diucapkan  di  hadapan  hakim,  cukup  menjadi  bukti  untuk  memberatkan  orang yang  mengaku  itu,  entah  pengakuan  itu  diucapkannya   sendiri,  entah  dengan  perantaraan  orang lain, yang diberi kuasa kbusus. (KUHPerd. 1925; Rv. 256 dst., 383; IR. 176, 307.)

Pasal 175.
Menentukan gunanya suatu pengakuan lisan yang diberikan di luar hukum, itu diserahkan kepada pertimbangan dan kewaspadaan hakim. (KUHPerd. 1928; Sv. 387 dst.)

Pasal 176.
Tiap-tiap pengakuan harus diterima seluruhnya; hakim tidak berwenang untuk menerima sebagian dan  menolak  sebagian  lagi,  sehingga  merugikan  orang  yang  mengaku  itu,  kecuali  jika  seorang debitur dengan maksud melepaskan dirinya, menyebutkan hal yang terbukti tidak benar. (KUHPerd.
1924; IR. 174.)

Pasal 177.
Dari   orang   yang   di   dalam   suatu   sidang   telah   mengangkat   sumpah   yang   dibebankan   atau dikembalikan  kepadanya  oleh  lawannya  atau  dibebankan  kepadanya  oleh  hakim,  tidak  boleh diminta keterangan lain untuk meneguhkan kebenaran sumpahnya. (KUHPerd. 1936; IR. 155 dst.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar